A-news.id, Tanjung Selor — Di tengah semangat pembangunan yang terus digalakkan pemerintah, masyarakat di perbatasan Indonesia-Malaysia, khususnya wilayah Krayan di Kabupaten Nunukan dan Apau Kayan di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, masih bergelut dengan keterisolasian akibat infrastruktur jalan yang memprihatinkan.
Keluhan masyarakat perbatasan kembali menyeruak ke ruang publik melalui media sosial. Unggahan video dari warga dengan akun @Yau misalnya, memperlihatkan kondisi jalan yang lebih layak disebut sebagai kubangan lumpur ketimbang jalur penghubung antardesa.
“Kami tidak butuh jalan aspal, jalan kami sudah diaspal lumpur. Kami butuh makan gratis,” ujarnya dengan nada getir sambil merekam perjalanan melintasi lumpur di jalan poros Desa Pariyan, Krayan Tengah, belum lama ini.
Keluhan tersebut rupanya sampai ke telinga pemerintah. Wakil Gubernur Kalimantan Utara, Ingkong Ala, yang baru menjabat kurang dari dua bulan, langsung turun tangan. Ia mengakui kondisi infrastruktur di daerah perbatasan memang masih jauh dari layak.
“Apa yang beredar di media sosial itu bukan rekayasa. Itu fakta. Apalagi saat musim hujan, banyak desa yang aksesnya terputus,” kata Ingkong kepada wartawan usai melakukan kunjungan ke Krayan.
Dalam kunjungannya, Ingkong tidak sendiri. Ia didampingi tim dari Badan Pengelola Perbatasan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalimantan Utara. Mereka memetakan jalan-jalan rusak yang menjadi keluhan warga dan memastikan status kewenangan jalan-jalan tersebut—apakah berada di bawah tanggung jawab kabupaten, provinsi, atau pemerintah pusat.
“Masyarakat kan tidak tahu soal kewenangan itu. Jadi kami turun langsung untuk meninjau. Hampir semua jalan yang kami datangi, baik jalan poros maupun lingkar Krayan, kondisinya belum layak,” ungkap Ingkong.
Ia menegaskan bahwa pemerintah provinsi akan segera bertindak, namun tetap menyesuaikan dengan alokasi anggaran dan kewenangan masing-masing.
“Kalau ada dana, tentu akan kita upayakan perbaikan. Tapi harus sesuai dengan ranah kewenangan. Kalau itu jalan provinsi, kami siap tindak lanjuti. Jika jalan nasional, maka akan kami sampaikan ke pusat,” pungkasnya.
Selain infrastruktur jalan, masyarakat di wilayah perbatasan juga mengeluhkan belum maksimalnya layanan dasar lainnya, seperti ketersediaan listrik 24 jam, fasilitas bandara, dan jembatan penghubung. Semua itu, menurut warga, menjadi kebutuhan mendesak agar wilayah mereka tidak terus-menerus tertinggal.(lia)