A-News.id, Samarinda- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Timur menggelar Rapat Lintas Program dan Lintas Sektor (LP/LS) sebagai bahan evaluasi penurunan kematian ibu dan kematian bayi neonatus dalam satu dekade terakhir yang dilaksanakan di Hotel Ibis Samarinda, Senin, (3/6/2024),
Kepala Dinkes Kaltim dr Jaya Mualimin menyampaikan, hal tersebut sepatutnya harus disyukuri, meskipun masih belum pada cukup memuaskan. Dia mengatakan, jika dibandingkan dengan Negara di Asia Tenggara, Indonesia termasuk negara dengan jumlah angka kematian tertinggi, berdasarkan Long Form SP 2020.
“Saat ini kematian ibu sebesar 189 per 100.000 kelahiran hidup, yang berarti setiap 100.000 kelahiran ada 189 yang meninggal dunia. Dan angka ini bila dibandingkan dengan SP 2010 dan SP 2015, mengalami penurunan sebesar 45%, sementara menurut target SDG’s sampai dengan tahun 2030 Indonesia harus mampu menurunkan AKI sampai dengan 70 per 100.000 kelahiran hidup,” Sebut Kadinkes, Jaya Mualimin dalam sambutannya.
Sedangkan di angka kematian neonatal mencapai 12 kematian per 1000 kelahiran dan angka kematian balita 25 kematian per 1000 kelahiran hidup. Dijelaskan lebih lanjut, angka kematian neonatal Indonesia hasil Long Form SP 2020 sebesar 9,30 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian balita (AKBa) Indonesia dari hasil Long Form SP 2020 sebesar 19,83 per 1000 balita, sementara Provinsi Papua mempunyai AKBa tertinggi (49,04) sementara yang terendah dimiliki Provinsi DKI Jakarta mempunyai sebesar (12,02).
Dikatakan dr Jaya Mualimin, berdasarkan laporan dari MPDN pada 31 Desember 2023, jumlah kematian neonatal di Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 520 kematian dari 61.336 bayi, atau sebesar 8,5 per 1000 kelahiran hidup. Lantas Kematian neonatal tahun 2023 lebih tinggi dibandingkan tahun 2022 yang hanya 486 kematian neonatal, dengan dugaan penyebab kematian adalah asfiksia (34%), BBLR (29%). Namun kematian bayi pada tahun 2022 sebanyak 636 kasus menurun menjadi 606 pada tahun 2023 atau sebesar 9.8 per 1.000 kelahiran hidup. Dengan dugaan penyebab kematian adalah BBLR (29%) dan Asfiksia (25%)
“Salah satu upaya penguatan tata kelola kesehatan yang dilakukan adalah dengan meningkatkan pelaporan dan pengkajian kematian maternal dan perinatal melalui kegiatan pengumpulan, analisis dan interpretasi data kematian secara terus menerus melalui system surveilans kematian maternal dan perinatal dengan menggunakan Audit Maternal Perinatal Surveilans Respons,” ucap Jaya.
Menurutnya ada 4 poin untuk strategi percepatan penurunan AKI/AKN/AKB diantaranya, peningkatan akses pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, peningkatan pemberdayaan masyarakat dan penguatan tata kelola kesehatan. Jaya meyakini poin-poin tersebut efektif dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak di pra maupun pasca kelahiran.
“Melalui rapat saat ini, saya berharap kita bisa memperbaiki kualitas pelayanan maternal dan neonatal sehingga dapat menjadikan daya ungkit sebagai percepatan penurunan kematian ibu, kematian neonatal, kematian bayi dan kematian balita,” pungkas Jaya Mualimin.(Ria)