A-News.id, Samarinda — Kasus penelantaran pasca perceraian menjadi masalah baru yang muncul, hal tersebut mencuri perhatian dikalangan masyarakat. Fakta menyebutkan, kasus penelantaran justru menjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tertinggi bila dibandingkan dengan kasus lain seperti fisik, psikis, dan seksual.
Hal tersebut diungkap Kepala UPTD PPA Kaltim Kholid Budhaeri, yang mengatakan saat ini terjadi banyak kasus penelantaran terhadap anak pasca perceraian. Meskipun dalam data laporan kekerasan yang dirilis Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim, kasus penelantaran menempatkan posisi terakhir, namun fakta dilapangan justru menggambarkan tingginya kasus penelantaran anak korban perceraian.
“Penelantaran itu bukan hanya pada kondisi ekonomi saja, tetapi hak-hak anak yang belum terpenuhi seutuhnya juga menjadi bagian penelantaran. Jadi harus dipahami, kebutuhan anak pada pendidikan, kasih sayang, dan lainnya juga harus diperhatikan,” ucapnya diruang kerjaanya, Kamis,(06/06/2024)
Kholid mengatakan, hubungan yang tidak harmonis pasca perceraian dapat memberikan dampak buruk pada kondisi psikologis anak. Akibatnya, anak dapat terpengaruh dalam hal-hal negatif dalam tumbuh kembangnya. Kholid mengatakan, dalam salah satu kasus yang ditangani UPT PPA, pasangan yang bercerai sepakat membagi anak hasil pernikahan, dengan kesepakatan memenuhi secara ekonomi. Namun salah satu pasangan, justru menutup akses bertemu orang tua yang berujung konflik.
“Jadi satu kasus yang ditangani, si ayah mendapatkan hak menjaga si kakak dan ibu merawat si adek. Kemudian kebutuhan secara ekonomi telah ditunaikan, namun ternyata si ayah tidak dapat bertemu anak. Bahkan anak jarang masuk sekolah karena si ibu tidak mau anaknya bertemu ayahnya. Artinya ada hak anak yang tidak terpenuhi dari segi kasih sayang orang tua, dan dampaknya untuk si anak bisa menjadi buruk,” ungkapnya.
Kholid mengatakan, masih banyak kasus penelantaran yang terjadi namun tidak disadari oleh orang tua. Dia menambahkan, peran pemerintah menjadi sangat penting untuk memberikan edukasi dalam upaya pencegahan terjadinya kasus penelantaran. Peran keluarga khususnya orang tua menjadi pondasi yang kuat dalam membentuk karakter anak dimasa depan, dengan mewujudkan keluarga yang harmonis akan memberikan rasa nyaman kepada anak-anak.
“Meskipun hubungan pernikahan sudah berakhir, tapi masih bisa membangun komunikasi yang baik. Paling tidak anak-anak tetap merasa nyaman, sehingga tidak merasa kehilangan sosok orang tua. Atau merasakan langsung konflik yang berdampak pada mental anak-anak,” pungkasnya.(Ria)