A-News.id, Tanjung Redeb – Beberapa hari terakhir, cuaca panas yang melanda Kabupaten Berau memicu terjadinya kebakaran lahan di sejumlah wilayah. Dalam menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), sistem informasi Sipongi yang dikembangkan oleh Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi acuan utama dalam pemantauan titik api di Indonesia.
Sipongi berfungsi sebagai alat deteksi dini terhadap kemunculan titik panas (hotspot), memberikan informasi penting untuk upaya pencegahan karhutla. Selain itu, sistem ini menjadi sumber informasi yang paling valid dan dapat diakses masyarakat, memastikan data yang disajikan selalu diperbarui secara berkala.
“Sering kali terjadi salah paham di masyarakat mengenai perbedaan antara hotspot dan firespot. Masyarakat kerap menyamakan keduanya, padahal hotspot hanya menandakan potensi panas tinggi, belum tentu terjadi kebakaran, sedangkan firespot merujuk pada titik api yang telah terbakar,” jelas Yulianti, Kepala Bidang Fungsional Pemantauan Kualitas Udara Dinas Lingkungan Hidup dan Kesehatan (DLHK) Berau, Rabu (18/9).
Yulianti menambahkan, Sipongi menyajikan data yang lebih akurat karena mampu mendeteksi lokasi titik panas hingga tingkat desa. Selain itu, status lahan yang terbakar juga tercatat dengan baik. “Data di Sipongi diperbarui setiap 24 jam, jadi informasi hotspot yang terpantau sangat aktual dan mendekati waktu nyata,” ujarnya.
Menyinggung kualitas udara di Berau yang dipengaruhi oleh kebakaran lahan, Yulianti mengatakan bahwa statusnya saat ini masih dalam tahap pendataan. “Kualitas udara di Berau bervariasi, bisa masuk kategori sehat atau sebaliknya, tergantung pada banyak faktor. Namun, karena kami masih mengumpulkan data, saya belum bisa memberikan perhitungan pastinya. Mungkin saja kondisi ini dipicu oleh debu atau dampak kebakaran lahan di beberapa wilayah,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Yulianti menjelaskan bahwa beberapa wilayah yang terpantau memiliki titik hotspot per 18 September 2024 di antaranya Gurimbang, Rantau Panjang, Kampung Kasai, Segah, Kelay, Teluk Bayur, Talisayan, dan Biduk-Biduk. “Wilayah-wilayah ini mengalami kebakaran lahan dengan tingkat keparahan sedang,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa arah angin berperan penting dalam penyebaran asap. “Meski di Kota Berau tidak terdeteksi adanya hotspot, asap dari kebakaran lahan di wilayah lain bisa terbawa angin dan menyebabkan polusi di perkotaan,” tuturnya sambil menunjukkan data dari Sipongi.
Sementara itu, terkait sumber titik panas yang diduga berasal dari kebakaran hutan dan lahan, Yulianti menyatakan bahwa kepastian mengenai hal ini harus didukung oleh hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh dinas terkait, khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Menutup keterangannya, Yulianti mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan menghindari kegiatan yang berpotensi memicu kebakaran. “Dengan cuaca yang sangat panas dalam beberapa hari terakhir, saya minta masyarakat untuk menghindari aktivitas yang bisa menyebabkan kebakaran hutan dan lahan,” pungkasnya. (yf)