A-News.id, Tarakan — Sebanyak 224 anak putus sekolah kini menjadi perhatian dari Pemerintah Kota Tarakan. Data yang didapatkan oleh pemerintah melalui aplikasi Sistem Informasi Pendataan dan Pembelajaran (SIAPLAH) yang berasal dari Pemerintah Pusat ini, diminta oleh PJ Wali Kota Tarakan, Dr. Bustan, untuk tetap ditindaklanjuti proses pendataannya di Tarakan.
“Saya arahkan agar pendataan anak putus sekolah ini dilanjutkan, karena masih banyak anak-anak putus sekolah yang ingin lanjut sekolah,” ungkap Bustan kepada awak media.
Lebih lanjut dikatakan Bustan bahwa pendataan ini merupakan salah satu inovasi yang dilakukan oleh pihaknya guna menindaklanjuti laporan dari Pemerintah Pusat. Apalagi pendidikan merupakan sebuah hal utama yang harus dilakukan pemerintah terhadap masyarakat guna mendukung pembangunan sumber daya manusia yang mumpuni.
“Inovasi ini baik, karena Kaltara terutama Tarakan harus ada proyek perubahan dari sisi pedidikan terutama untuk siswa yan putus sekolah,” jelasnya.
Atas hal tersebut, Bustan akan melakukan pembahasan mengenai pembenahan pada sistem pendidikan di Tarakan yakni dengan memberikan bantuan kepada anak-anak yang dinyatakan putus sekolah. Namun kebijakan ini akan dirundingkan lebih dulu dan diselaraskan dengan kondisi keuangan pemerintah saat ini.
“Pendidikan itu modal, investasi jangka panjang. Maka ini sangat perlu diperhatikan,” tuturnya.
Sementara itu, sebelumnya Kepala Disdikbud Tarakan, Tamrin Toha mengungkapkan bahwa ditahun ini sebanyak 224 anak harus putus bersekolah. Hal ini dikarenakan berbagai faktor yang salah satunya ialah kondisi ekonomi orang tua siswa yang kurang.
“Dari aplikasi sistem informasi pendataan dan pembelajaran (SIAPLAH) ini, kita mendapat informasi bahwa Indonesia mencatat 4.312 anak putus sekolah, 224 diantaranya dari Tarakan,” ungkap Tamrin.
Aplikasi SIAPLAH ini dijelaskan Tamrin merupakan sebuah aplikasi yang menyediakan informasi mengenai anak putus sekolah dengan menggunakan strategi peningkatan aksesibilitas pelayanan pendidikan non formal yang maju, akuntabel, transparan dan partisipatif.
Alhasil, dari aplikasi tersebut pihaknya mendapatkan angka yang kurang memuaskan tentang masih adanya pelajar di Tarakan yang harus putus sekolah hanya dalam waktu satu minggu.
Untuk itu, lanjut Tamrin situasi ini membuat pihaknya sebagai bagian dari peningkatan pendidikan di Tarakan langsung melakukan koordinasi bersama pihak RT. Dalam hal ini, para RT diberi mandat untuk melakukan pengisian kuesioner yang berisi tentang alasan anak putus sekolah.
“Kitainta isi kuesioner, ada yang terkendala biaya, kurangnya dukungan orang tua, ada juga alasan lainnya. Padahal kalau ditanya, kebanyakan dari mereka masih mau lanjut sekolah,” jelas Tamrin.
Tercatat dari 224 anak putus sekolah, 30 persen diantaranya berkeinginan untuk kembali menempuh pendidikan dibangku sekolah. Guna memenuhi keinginan tersebut, Tamrin menyatakan bahwa pihaknua tengah melakukan koordinasi bersama dengan pihak Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPA), serta melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni Pertamina.
Tak hanya unsur terkait, Tamrin juga meminta dukungan dari masyarakat untuk memberi informasi jika terdapat anak yang putus sekolah. Sebab berdasarkan pengalaman di lapangan, beberapa oknum orang tua enggan memberikan informasi mengenai anaknya yang putus sekolah padahal pendidikan merupakan hal yang wajib dilakukan saat ini untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
“Anak-anak yang bersekolah, ini akan memiliki dampak besar terhadap Indeks pembangunan manusia (IPM), yang akan berdampak pula pada ekonomi dan sosial kita. Apalagi sudah ada Bantuan Indonesia Pintar (BIP) dari Pemerintah Pusat, anak yang tidak mampu bisa dapat bantuan ini. Ayo masyarakat kita gotongroyong dalam membangun pendidikan bangsa,” pungkasnya. (bro)